JAKARTA - Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara yang saat ini dibahas di Komisi I DPR kontraproduktif dengan upaya pemberantasan korupsi.
Ia menyayangkan sikap DPR dan pemerintah yang bersikukuh meneruskan pembahasan tanpa mempertimbangkan aspirasi publik dan dampak RUU ini terhadap masyarakat luas. "Kelihatannya DPR hanya sekadar memenuhi target prolegnas," cetusnya, Sabtu (29/8).
Emerson mengungkapkan, ICW mencatat sedikitnya empat masalah krusial yang hingga kini terus menjadi perdebatan publik. Pertama, soal signifikansi.
Emerson mengatakan, pada prinsipnya masyarakat tidak antipati terhadap pentingnya melindungi informasi strategis. Terlebih, KUHP dan UU Keterbukaan Informasi Publik telah mengatur mengenai pembatasan informasi yang bisa diakses oleh publik demi kepentingan negara.
Namun, ia menegaskan, dalam konteks rahasia negara yang harus dilindungi, pemahaman kepentingan negara tetaplah harus menjunjung tinggi nilai transparansi dan akuntabilitas. Artinya, regulasi yang secara khusus mengatur kerahasiaan informasi tidak boleh mencederai nilai transparansi dan akuntabilitas. Karena dapat menghambat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Kedua, menyangkut prioritas. Ia menyatakan, pada April 2008 lalu DPR baru saja mensahkan UU KIP dan UU ini baru akan diimplementasikan pada 2010. Meskipun UU KIP telah memberikan jaminan, namun Emerson menilai, akses informasi kepada masyarakat namun ruang keterbukaan informasi tidak serta merta terjadi apalagi kultur birokrasi badan-badan publik pemerintah masih sangat tertutup.
"Jika RUU Rahasia Negara kemudian disahkan maka akan menjadi legitimasi bagi birokrasi pemerintah untuk menutup akses informasi kepada masyarakat. Itu artinya UU KIP hanya akan menjadi cek kosong semata," katanya.
Ketiga yakni menyangkut lemahnya partisipasi publik. Emerson mengatakan, salah satu penyebab tingginya resistensi publik terhadap keberadaan RUU Rahasia Negara adalah karena pemerintah sebagai inisiator RUU ini kurang melibatkan masyarakat dalam penyusunan dan sosialisasi. Sehingga, lanjutnya, substansi materi sangat bias bahkan ada sejumlah pasal yang masih terlalu luas dan cenderung menjadi pasal karet.
Masalah keempat yaitu terdapat beberapa pasal yang kontraproduktif dengan pemberantasan korupsi. Emerson mengungkapkan, berdasarkan analisis ICW setidaknya terdapat 12 pasal krusial yang kontraproduktif dengan pemberantasan korupsi.
Diantaranya, RUU ini menutup peluang pengusutan korupsi, khususnya di lingkungan militer atau Departemen Pertahanan dan RUU ini juga tidak membuka peluang bagi penyidik untuk dapat diperbolehkan membuka suatu rahasia negara untuk kepentingan pemeriksaan kasus korupsi.(mi/red)
Rembesan Cadangan Minyak Ditemukan di Kabupaten Kep. Selayar
-
SELAYAR -
Dalam rangka untuk mendukung pengembangan daerah dan peningkatan
investasi di Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi-Selatan, Deputi
Koordinat...
12 tahun yang lalu